ILMU SASTRA
Ilmu Sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang
karya sastra secara ilmiah dengan berbagai gejala dan masalah sastra.[1].
Sedangkan,Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium,
dan Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.[2] Seorang penelaah sastra
harus dapat menerjemahkan pengalaman sastranya dalam bahasa ilmiah, dan harus
dapat menjabarkannya dalam uraian yang jelas dan rasional.[3]. Dalam Ilmu
sastra terdapat beberapa cabang ilmu sastra yang mempermudah jalannya studi
sastra.
Cabang Ilmu Sastra
Cabang dalam Ilmu Sastra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu :
Teori sastra, Sejarah sastra dan Kritik sastra.[4]
Teori, Kritik dan
Sejarah Sastra
Dalam sejarahnya, faktor-faktor sosial memengaruhi evolusi
genre-genre sastra, seperti epik ritual, puisi lirik, esai, drama dan yang
terakhir adalah novel.[3] Dalam penjabarannya, teori sastra berarti meneliti
hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dalam suatu karya, misalnya gaya
bahasa, jenis sastra, hakikat sastra, aliran-aliran dalam sastra, unsur cerita,
dll.[3] Teori sastra juga merupakan studi prinsip, kategori, dan kriteria.
Kritik sastra dan sejarah sastra adalah studi karya-karya konkret. Menurut
salah satu tokoh, ilmu sastra atau studi sastra selaras dengan filologi. Tokoh
tersebut adalah Philiph August Boeckh. Dalam bukunya yang berjudul Encyklopadie
und Methodologie der Philologischen Wissenschaften (1887), dia menjabarkan
bahwa filologi sebagai knowledge of the known. Beberapa bidang yang termasuk
adalah studi sastra, bahasa, seni, politik, agama, dan adat istiadat.
Filologi Boeckh didasarkan pada kebutuhan mempelajari
karya-karya klasik. Dia memunyai batasan dalam studi sastra, yaitu studi sastra
hanya merupakan satu cabang dari filologi, sebagai ilmu kebudayaan secara
menyeluruh. Studi sastra mempunyai ciri khas dalam kegiatannya, yaitu membuat
interpretasi, meneliti kekhasan suatu karya, dan memberi penilaian. Ada
pendapat yang mengatakan bahwa maksud pengarang adalah bahan utama studi
sastra, sebenarnya keliru. Makna karya seni tidak sama atau berhenti pada
maksud pengarang. Karya sastra berdiri sendiri sebagai suatu sistem nilai.[3]
Seorang sejarawan sastra tidak akan puas menilai suatu karya
sastra dari sudut pandang masa kini saja. Ia akan mengevaluasi masa lalu sesuai
dengan kebutuhan gaya dan gerakan sastra masa kini. Mungkin lebih baik lagi,
jika sejarawan sastra bisa menyoroti karya sastra dengan sudut pandang zaman
ketiga (zaman yang tidak sama dengan pengarang dan kritikus) atau melihat
keseluruhan sejarah interpretasi dan kritik pada karya sastra untuk memperoleh
makna yang lebih menyeluruh.[3] Dalam kenyataannya, tak ada sejarah yang
ditulis tanpa prinsip seleksi dalam usaha memerinci ciri-ciri dan membuat
penilaian.[3] Sejarawan sastra yang menolak pentingnya kritik sastra sebetulnya
melakukan kritik sastra tanpa disadari.[3]
Satra Bandingan, Sastra
Umum dan Sastra Nasional
Ada pengertian dari Sastra Umum, Sastra Khusus dan Sastra
Bandingan. Sastra umum adalah ilmu sastra yang membicarakan hal ihwal sastra
pada umumnya, terlepas dari masalah-masalah kekhususan dari kehidupan sastra
akibat adanya corak bangsa dan bahasa.Sastra khusus adalah ilmu sastra yang
membicarakan kehidupan sastra suatu bangsa atau suatu suku bangsa tertentu,
atau sastra dengan suatu media bahasa tertentu.Sastra perbandingan adalah ilmu
sastra yang berusaha menyelidiki adanya persamaan, perbedaan, dan pengaruh dari
berbagai hal yang terdapat pada dua atau beberapa sastra tertentu/sastra
khusus.[4]
Istilah "Sastra Bandingan" agak merepotkan, dan
jenis inilah sebabnya jenis studi yang penting ini kurang sukses secara
akademis. Matthew Arnold menggunakan istilah ini pertama kali dalam bahasa
inggris, ketika menerjemahkan istilah J.J. Ampere histoire comparative (1848).
Ilmuwan Perancis lebih suka memakai istilah yang dipakai lebih awal oleh A.F
Villemain yang menyebutnya "litterature compare" dan ilmuwan Jerman
mengenalnya dengan "vergleichende Literature geschichte".[5]
Perbandingan adalah metode yang umum dipakai dalam semua kritik sastra dan
cabang ilmu pengetahuan, dan sama sekali tidak menggambarkan kekhasan prosedur
studi sastra.[3] Menurut Sutarto (2012:78—82), telaah sastra bandingan
sejatinya tidak bisa dilepaskan dari sejarah sastra, karena sastra berbicara
tentang perjalanan perasaan dan pikiran manusia dari zaman ke zaman, dan
menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam telaah sastra bandingan, yaitu:
1. Suatu penilaian terhadap karya sastra hendaknya tidak
lepas dari jati diri penciptanya.
2. Telaah sastra bandingan harus menguak kenyataan, wawasan
tentang manusia, budaya, martabat nilai lokal, dan semangat zaman yang dibangun
oleh masyarakat Timur sebagai masyarakat yang memiliki hak untuk menjaga
warisan budaya mereka.
3.Dalam disiplin sastra bandingan hendaknya dihindari
kegiatan pembacaan jauh agar penelaah memperoleh hasil yang prima.
4. Perbandingan karya-karya sastra yang terpisah dari
keseluruhan sastra nasionalnya masing-masing cenderung menjadi dangkal karena
telaah semacam itu hanya terbatas kepada pembicaraan tentang pengaruh, sumber,
reputasi, dan ketenaran
5. Telaah sastra bandingan hendaknya tidak memasukkan secara
mentah-mentah konsep multikulturalisme ala Barat karena pemahaman tentang “the
other” seringkali harus bertabrakkan dengan metanarasi yang dipegang teguh
sebagai rujukan oleh masyarakat Timur.[6]
Sumber: Wikipedia.org
0 komentar:
Posting Komentar