KEPRIBADIAN
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang
individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain.[1] Kepribadian paling
sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukkan
oleh seseorang.[1]
Makna kepribadian
menurut pengertian sehari-hari
Disamping itu kepribadian sering diartikan sebagai ciri-ciri
yang menonjol pada diri individu, seperti kepada orang yang pemalu dikenakan
atribut “berkepribadian pemalu”. Kepada orang supel diberikan atribut
“berkepribadian supel” dan kepada orang yang plin-plan, pengecut, dan
semacamnya diberikan atribut “tidak punya kepribadian”
Definisi kepribadian
menurut psikologi
Berdasarkan psikologi, Gordon Allport menyatakan bahwa
kepribadian sebagai suatu organisasi (berbagai aspek psikis dan fisik) yang
merupakan suatu struktur dan sekaligus proses. Jadi, kepribadian merupakan
sesuatu yang dapat berubah. Secara eksplisit Allport menyebutkan, kepribadian
secara teratur tumbuh dan mengalami perubahan.
Ciri-ciri kepribadian
Para ahli tampaknya masih sangat beragam dalam memberikan
rumusan tentang kepribadian. Dalam suatu penelitian kepustakaan yang dilakukan
oleh Gordon W. Allport (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 2005) menemukan
hampir 50 definisi tentang kepribadian yang berbeda-beda. Berangkat dari studi
yang dilakukannya, akhirnya dia menemukan satu rumusan tentang kepribadian yang
dianggap lebih lengkap. Menurut pendapat dia bahwa kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya.
Kata kunci dari pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Scheneider
(1964) mengartikan penyesuaian diri sebagai “suatu proses respons individu baik
yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhan-kebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma)
lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku
itu khas sehingga dapat dibedakan antara individu satu dengan individu lainnya.
Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psiko-fisiknya, misalnya
konstitusi dan kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya
yang saling berhubungan dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan
atau perilaku individu yang bersangkutan dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Untuk menjelaskan tentang kepribadian individu, terdapat
beberapa teori kepribadian yang sudah banyak dikenal, diantaranya : teori
Psikoanalisa dari Sigmund Freud, teori Analitik dari Carl Gustav Jung, teori
Sosial Psikologis dari Adler, Fromm, Horney dan Sullivan, teori Personologi
dari Murray, teori Medan dari Kurt Lewin, teori Psikologi Individual dari
Allport, teori Stimulus-Respons dari Throndike, Hull, Watson, teori The Self
dari Carl Rogers dan sebagainya. Sementara itu, Abin Syamsuddin (2003)
mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di dalamnya mencakup :
Karakter yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi etika
perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
Temperamen yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat
lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari lingkungan.
Sikap; sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif
atau ambivalen.
Stabilitas emosi yaitu kadar kestabilan reaksi emosional
terhadap rangsangan dari lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah,
sedih, atau putus asa
Responsibilitas (tanggung jawab) adalah kesiapan untuk
menerima risiko dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan. Seperti mau
menerima risiko secara wajar, cuci tangan, atau melarikan diri dari risiko yang
dihadapi.
Sosiabilitas yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan
hubungan interpersonal. Seperti : sifat pribadi yang terbuka atau tertutup dan
kemampuan berkomunikasi dengan orang lain.
Setiap individu memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri,
mulai dari yang menunjukkan kepribadian yang sehat atau justru yang tidak
sehat. Dalam hal ini, Elizabeth (Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri
kepribadian yang sehat dan tidak sehat, sebagai berikut :
Kepribadian yang sehat
Mampu menilai diri sendiri secara realisitik; mampu menilai
diri apa adanya tentang kelebihan dan kekurangannya, secara fisik, pengetahuan,
keterampilan dan sebagainya.
Mampu menilai situasi secara realistik; dapat menghadapi
situasi atau kondisi kehidupan yang dialaminya secara realistik dan mau
menerima secara wajar, tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu
yang sempurna.
Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik; dapat
menilai keberhasilan yang diperolehnya dan meraksinya secara rasional, tidak
menjadi sombong, angkuh atau mengalami superiority complex, apabila memperoleh
prestasi yang tinggi atau kesuksesan hidup. Jika mengalami kegagalan, dia tidak
mereaksinya dengan frustrasi, tetapi dengan sikap optimistik.
Menerima tanggung jawab; dia mempunyai keyakinan terhadap
kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya.
Kemandirian; memiliki sifat mandiri dalam cara berfikir, dan
bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta
menyesuaikan diri dengan norma yang berlaku di lingkungannya.
Dapat mengontrol emosi; merasa nyaman dengan emosinya, dapat
menghadapi situasi frustrasi, depresi, atau stress secara positif atau
konstruktif , tidak destruktif (merusak)
Berorientasi tujuan; dapat merumuskan tujuan-tujuan dalam
setiap aktivitas dan kehidupannya berdasarkan pertimbangan secara matang
(rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar, dan berupaya mencapai tujuan
dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan), pengetahuan dan keterampilan.
Berorientasi keluar (ekstrovert); bersifat respek, empati
terhadap orang lain, memiliki kepedulian terhadap situasi atau masalah-masalah
lingkungannya dan bersifat fleksibel dalam berfikir, menghargai dan menilai
orang lain seperti dirinya, merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain,
tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan
mengorbankan orang lain, karena kekecewaan dirinya.
Penerimaan sosial; mau berpartsipasi aktif dalam kegiatan
sosial dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.
Memiliki filsafat hidup; mengarahkan hidupnya berdasarkan
filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama yang dianutnya.
Berbahagia; situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan, yang
didukung oleh faktor-faktor achievement (prestasi), acceptance (penerimaan),
dan affection (kasih sayang).
Kepribadian yang tidak
sehat
Mudah marah (tersinggung)
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
Bersikap kejam atau senang mengganggu orang lain yang usianya
lebih muda atau terhadap binatang
Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang
meskipun sudah diperingati atau dihukum
Kebiasaan berbohong
Hiperaktif
Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
Senang mengkritik/mencemooh orang lain
Sulit tidur
Kurang memiliki rasa tanggung jawab
Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan
faktor yang bersifat organis)
Kurang memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
Pesimis dalam menghadapi kehidupan
Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan
Faktor-faktor penentu
kepribadian
Faktor keturunan
Keturunan merujuk pada faktor genetika seorang individu.[1]
Tinggi fisik, bentuk wajah, gender, temperamen, komposisi otot dan refleks,
tingkat energi dan irama biologis adalah karakteristik yang pada umumnya
dianggap, entah sepenuhnya atau secara substansial, dipengaruhi oleh siapa
orang tua dari individu tersebut, yaitu komposisi biologis, psikologis, dan
psikologis bawaan dari individu.[1]
Terdapat tiga dasar penelitian yang berbeda yang memberikan
sejumlah kredibilitas terhadap argumen bahwa faktor keturunan memiliki peran
penting dalam menentukan kepribadian seseorang.[1] Dasar pertama berfokus pada
penyokong genetis dari perilaku dan temperamen anak-anak. [1] Dasar kedua
berfokus pada anak-anak kembar yang dipisahkan sejak lahir.[1] Dasar ketiga
meneliti konsistensi kepuasan kerja dari waktu ke waktu dan dalam berbagai
situasi.[1]
Penelitian terhadap anak-anak memberikan dukungan yang kuat
terhadap pengaruh dari faktor keturunan.[2] Bukti menunjukkan bahwa sifat-sifat
seperti perasaan malu, rasa takut, dan agresif dapat dikaitkan dengan
karakteristik genetis bawaan.[2] Temuan ini mengemukakan bahwa beberapa sifat
kepribadian mungkin dihasilkan dari kode genetis sama yang memperanguhi
faktor-faktor seperti tinggi badan dan warna rambut.[2]
Para peneliti telah mempelajari lebih dari 100 pasangan
kembar identik yang dipisahkan sejak lahir dan dibesarkan secara terpisah.[3]
Ternyata peneliti menemukan kesamaan untuk hampir setiap ciri perilaku, ini
menandakan bahwa bagian variasi yang signifikan di antara anak-anak kembar
ternyata terkait dengan faktor genetis.[1] Penelitian ini juga memberi kesan
bahwa lingkungan pengasuhan tidak begitu memengaruhi perkembangan kepribadian
atau dengan kata lain, kepribadian dari seorang kembar identik yang dibesarkan
di keluarga yang berbeda ternyata lebih mirip dengan pasangan kembarnya
dibandingkan kepribadian seorang kembar identik dengan saudara-saudara
kandungnya yang dibesarkan bersama-sama.[1]
Faktor lingkungan
Faktor lain yang memberi pengaruh cukup besar terhadap
pembentukan karakter adalah lingkungan di mana seseorang tumbuh dan dibesarkan;
norma dalam keluarga, teman, dan kelompok sosial; dan pengaruh-pengaruh lain
yang seorang manusia dapat alami.[1] Faktor lingkungan ini memiliki peran dalam
membentuk kepribadian seseorang.[1] Sebagai contoh, budaya membentuk norma,
sikap, dan nilai yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya dan
menghasilkan konsistensi seiring berjalannya waktu sehingga ideologi yang
secara intens berakar di suatu kultur mungkin hanya memiliki sedikit pengaruh
pada kultur yang lain.[1] Misalnya, orang-orang Amerika Utara memiliki semangat
ketekunan, keberhasilan, kompetisi, kebebasan, dan etika kerja Protestan yang
terus tertanam dalam diri mereka melalui buku, sistem sekolah, keluarga, dan
teman, sehingga orang-orang tersebut cenderung ambisius dan agresif bila
dibandingkan dengan individu yang dibesarkan dalam budaya yang menekankan hidup
bersama individu lain, kerja sama, serta memprioritaskan keluarga daripada
pekerjaan dan karier.[1]
Sifat-sifat kepribadian
Berbagai penelitian awal mengenai struktur kepribadian
berkisar di seputar upaya untuk mengidentifikasikan dan menamai karakteristik
permanen yang menjelaskan perilaku individu seseorang.[1] Karakteristik yang
umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas,
ambisius, setia, dan takut.[4] Karakteristik-karakteristik tersebut jika
ditunjukkan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian.[4] Sifat
kepribadian menjadi suatu hal yang mendapat perhatian cukup besar karena para
peneliti telah lama meyakini bahwa sifat-sifat kepribadian dapat membantu
proses seleksi karyawan, menyesuaikan bidang pekerjaan dengan individu, dan
memandu keputusan pengembangan karier.[4]
Cara identifikasi
kepribadian
Terdapat sejumlah upaya awal untuk mengidentifikasi
sifat-sifat utama yang mengatur perilaku.[5] Seringnya, upaya ini sekadar
menghasilkan daftar panjang sifat yang sulit untuk digeneralisasikan dan hanya
memberikan sedikit bimbingan praktis bagi para pembuat keputusan
organisasional.[5] Dua pengecualian adalah Myers-Briggs Type Indicator dan
Model Lima Besar.[5] Selama 20 tahun hingga saat ini, dua pendekatan ini telah
menjadi kerangka kerja yang dominan untuk mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan sifat-sifat seseorang.[5]
Myers-Briggs Type
Indicator
Myers-Briggs Type Indicator (MBTI)[6] adalah tes kepribadian
menggunakan empat karakteristik dan mengklasifikasikan individu ke dalam salah
satu dari 16 tipe kepribadian. Berdasarkan jawaban yang diberikan dalam tes
tersebut, individu diklasifikasikan ke dalam karakteristik ekstraver atau
introver, sensitif atau intuitif, pemikir atau perasa, dan memahami atau
menilai[5]. Instrumen ini adalah instrumen penilai kepribadian yang paling
sering digunakan.[7] MBTI telah dipraktikkan secara luas di
perusahaan-perusahaan global seperti Apple Computers, AT&T, Citgroup, GE,
3M Co., dan berbagai rumah sakit, institusi pendidikan, dan angkatan bersenjata
AS.[7]
Model Lima Besar
Myers-Briggs Type Indicator kurang memiliki bukti pendukung
yang valid, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada model lima faktor
kepribadian -yang biasanya disebut Model Lima Besar.[5] Selama beberapa tahun
terakhir, sejumlah besar penelitian mendukung bahwa lima dimensi dasar saling
mendasari dan mencakup sebagian besar variasi yang signifikan dalam kepribadian
manusia.[8] Faktor-faktor lima besar mencakup ekstraversi, mudah akur dan
bersepakat, sifat berhati-hati, stabilitas emosi, dan terbuka terhadap hal-hal
baru.[8]
Menilai kepribadian
Sepuluh kartu yang digunakan dalam Rorschach Inkblot test.
Alasan paling penting mengapa manajer perlu mengetahui cara
menilai kepribadian adalah karena penelitian menunjukkan bahwa tes-tes
kepribadian sangat berguna dalam membuat keputusan perekrutan.[1] Nilai dalam
tes kepribadian membantu manajer meramalkan calon terbaik untuk suatu
pekerjaan.[1]
Terdapat tiga cara utama untuk menilai kepribadian[1]:
Survei mandiri
Survei peringkat oleh pengamat
Ukuran proyeksi (Rorschach Inkblot test dan Thematic
Apperception Test)
Sifat kepribadian utama yang memengaruhi perilaku
organisasi
Evaluasi inti diri
Evaluasi inti diri adalah tingkat di mana individu menyukai
atau tidak menyukai diri mereka sendiri, apakah mereka menganggap diri mereka
cakap dan efektif, dan apakah mereka merasa memegang kendali atau tidak berdaya
atas lingkungan mereka.[9] Evaluasi inti diri seorang individu ditentukan oleh
dua elemen utama: harga diri dan lokus kendali.[9] Harga diri didefinisikan
sebagai tingkat menyukai diri sendiri dan tingkat sampai mana individu
menganggap diri mereka berharga atau tidak berharga sebagai seorang manusia.[9]
Machiavellianisme
Machiavellianisme adalah tingkat di mana seorang individu
pragmatis, mempertahankan jarak emosional, dan yakin bahwa hasil lebih penting
daripada proses.[9] Karakteristik kepribadian Machiavellianisme berasal dari
nama Niccolo Machiavelli, penulis pada abad keenam belas yang menulis tentang
cara mendapatkan dan menggunakan kekuasaan.[9]
Narsisisme
Narsisisme adalah kecenderungan menjadi arogan, mempunyai
rasa kepentingan diri yang berlebihan, membutuhkan pengakuan berlebih, dan mengutamakan
diri sendiri.[1] Sebuah penelitian mengungkap bahwa ketika individu narsisis
berpikir mereka adalah pemimpin yang lebih baik bila dibandingkan dengan
rekan-rekan mereka, atasan mereka sebenarnya menilai mereka sebagai pemimpin
yang lebih buruk.[1] Individu narsisis seringkali ingin mendapatkan pengakuan
dari individu lain dan penguatan atas keunggulan mereka sehingga individu
narsisis cenderung memandang rendah dnegan berbicara kasar kepada individu yang
mengancam mereka.[1] Individu narsisis juga cenderung egois dan eksploitif, dan
acap kali memanfaatkan sikap yang dimiliki individu lain untuk
keuntungannya[1].
Pemantauan diri
Pemantauan diri adalah kemampuan seseorang untuk menyesuaikan
perilakunya dengan faktor situasional eksternal.[10] Individu dengan tingkat
pemantauan diri yang tinggi menunjukkan kemampuan yang sangat baik dalam
menyesuaikan perilaku dengan faktor-faktor situasional eksternal[10]. Bukti
menunjukkan bahwa individu dengan tingkat pemantauan diri yang tinggi cenderung
lebih memerhatikan perilaku individu lain dan pandai menyesuaikan diri bila
dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang
rendah.[10]
Kepribadian tipe A
Donald Trump adalah individu berkepribadian tipe A.
Kepribadian tipe A adalah keterlibatan secara agresif dalam
perjuangan terus-menerus untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih
sedikit dan melawan upaya-upaya yang menentang dari orang atau hal lain.[11]
Dalam kultur Amerika Utara, karakteristik ini cenderung dihargai dan dikaitkan
secara positif dengan ambisi dan perolehan barang-barang material yang
berhasil.[11] Karakteristik tipe A adalah:[11]
selalu bergerak, berjalan, dan makan cepat;
merasa tidak sabaran;
berusaha keras untuk melakukan atau memikirkan dua hal pada
saat yang bersamaan;
tidak dapat menikmati waktu luang;
terobsesi dengan angka-angka, mengukur keberhasilan dalam
bentuk jumlah hal yang bisa mereka peroleh.
Kepribadian proaktif
Kepribadian proaktif adalah sikap yang cenderung oportunis,
berinisiatif, berani bertindak, dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan
yang berarti. Pribadi proaktif menciptakan perubahan positif daalam lingkungan
tanpa memedulikan batasan atau halangan.[1]
Sumber: Wikipedia.org